BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia W.J.S. Poerwadinata, kata pegawai berarti: "orang yang berkerja pada Pemerintah (Perusahaan dan sebagainya)." Sedangkan "negeri" berarti: "negara" atau "pemerintah." Jadi pegawai negeri adalah orang yang bekerja pada Pemerintahatau negara. Aparatur Negara sebagai sarana kepegawaian memiliki kedudukan dan peranan yang sangat penting dalam penyelenggaraan fungsi pemerintah. Arti penting tersebut oleh Utrecht dikaitkan dengan pengisian jabatan pemerintahan, yang diisi oleh Pegawai Negeri Sipil.
Aparatur Negara merupakan sarana yang sangat penting dalam mencapai tujuan negara, sebagaimana yang .tercantum dalam dalam Pembukaan UUD 1945 (Alinea ke-IV). Tujuan tersebut antara lain adalah melindungi segenap bangsa dan seluruh Tumpah Darah Indonesia. Tujuan pembangunan nasional adalah untuk membentuk satu masyarakat adil dan makmur, seimbang materiil dan spiritualnya berdasarkan Pancasila dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Kelancaran pelaksanaan pemerintah dan pembangunan nasional, terutama sekali tergantung pada pesempumaan Aparatur Negara. Pentingnya peran Aparatur Negara ini tidak terlepas dari diberikannya perlindungan hukum dan kepastian hukum yang diberikan oleh Pemerintah bagi Aparatur Negara dalam menjalankan tugasnya. Oleh karena itu, Pemerintah telah berupaya sungguh-sungguh untuk merumuskannya dalam suatu kerangka perundang-undangan tentang kepegawaian yang semakin lama bertambah sempuma.
Upaya untuk menyempurnakan tersebut di tandai dengan beberapa kali perubahan pada peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang Aparatur Negara tersebut. Setelah Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian diubah menjadi Undang-Undang Nomor 43 tahun 1999, kini lahir Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara. Perubahan yang terjadi khususnya mengenai mekanisme penyelesaian sengketa Aparatur Sipil Negara (ASN).
Asas-asas umum pemerintahan yang baik dapat dipahami sebagai asas-asas umum yang dijadikan sebagai dasar dan tata cara dalam penyelenggaraan pemerintah yang layak, yang dengan cara demikian penyelenggara pemerintahan itu menjadi baik, sopan, adil dan terhormat, bebas dari kezaliman pelanggaran peraturan, tindakan penyalahgunaan wewenang dan tindakan sewenang-wenang.
B. Rumusan masalah
1. Bagaimana fungsi Aparatur Negara dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara ?
2. Bagaimana pemberlakuan sanksi bagi Pegawai Negeri Sipil yang menyalahgunakan wewenangnya ?
3. Bagaimana penyelesaian sengketa Kepegawaian Pasca Lahirnya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 ?
C. Tujuan
1. Mengetahui bagaimana fungsi Aparatur Negara dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara.
2. Untuk mengetahui bentuk pemberlakuan sanksi bagi Pegawai Negeri Sipil yang menyalahgunakan wewenangnya.
3. Untuk mengetahui 3. Bagaimana penyelesaian sengketa Kepegawaian Pasca Lahirnya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Aparatur Negara dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara
Negara baik sebagai badan hukum publik maupun organisasi jabatan dibentuk dengan tujuan-tujuan tertentu. Dengan kata lain, setiap negara itu memiliki tujuan yang hendak dicapai. Indonesia sebagai suatu negara juga dibentuk dengan tujuan tertentu. Tujuan negara tersebut dapat dilihat pada Alinea ke empat Undang-Undang Dasar 1945 Negara Republik Indonesia yang terdiri dari empat tujuan negara dan satu tujuan akhir negara, yaitu :
1. Tujuan perlindungan (Protectional Goal);
2. Tujuan Kesejahteraan (Welfare Goal);
3. Tujuan Pencerdasan (Educational Goal);
4. Tujuan Kedamaian (Peacefullness Goal).
keempat tujuan negara ini kemudian menuju ke satu tujuan akhir, yaitu untuk mencipatakan masyarakat adil dan makmur. Tujuan negara ini hanya bisa dicapai dengan adanya pembangunan nasional yang dilakukan dengan perencanaan yang matang, realistik, terarah dan terpadu, bertahap, bersungguh-sungguh, berdaya guna dan berhasil guna. Tujuan pembangunan nasional ini adalah untuk membentuk satu masyarakat adil dan makmur, yang tidak lain adalah tujuan akhir negara Indonesia, seimbang material dan spritualnya berdasarkan Pancasila di dalam wilayah negara kesatuan Negara Indonesia.
Dalam melaksanakan tujuan tersebut, maka negara harus memiliki sarana prasarana. Salah satu sarana yang harus ada di dalam suatu negara adalah tenaga kerja. Dalam hal ini tenaga kerja sangat diperlukan untuk mencapai tujuan negara. Tenaga kerja tersebut dapat diartikan sebagai aparatur negara, dimana kesempuranaan aparatur negara sangat berpengaruh dalam mencapai tujuan negera.Kesempurnaan aparatur negara tergantung juga dari kesempumaan pegawai negeri (sebagai bagian dari aparatur negara). Pegawai negeri mempunyai peranan amat penting sebab pegawai negeri merupakan unsur aparatur negara untuk menyelenggarakan pemerintahan dan pembangunan dalam rangka mencapai tujuan Negara.
Adapun pengertian dari Pegawai menurut Kranenburg adalah pejabat yang ditunjuk, jadi pengertian tidak termasuk terhadap mereka yang memangku jabatan mewakili seperti anggota parlemen, presiden dan sebaginya. Logemann dengan menggunakan kriteria yang bersifat materiil mencermati hubungan antara Negara dengan Pegawai Negeri dengan memberikan pengertian Pegawai Negeri sebagai tiap pejabat yang mempunyai hubungan dinas dengan negara.
Jabatan merupakan personifikasi hak dan kewajiban dalam struktur organisasi pemerintahan. Agar dapat berjalan (menjadi konkrit (concrete) atau menjadi bermanfaat bagi negara), maka jabatan (sebagai personifikasi hak dan kewajiban) dalam struktur organisasi pemerintahan. Agar dapat berjalan (menjadi konkrit (concrete) atau menjadi bermanfaat bagi negara), maka jabatan (sebagai personifikasi hak dan kewajiban) memerlukan suatu perwakilan (vertegenwoordiging). Yang menjalankan perwakilan itu, ialah suatu pejabat, yaitu manusia atau badan hukum. Oleh karena diwakili penjabat, maka jabatan itu berjalan . Yang menjalankan hak dan kewajiban yang didukung oleh jabatan, ialah jabatan, ialah penjabat. Jabatan bertindak dengan perantaraan dengan perantaraan penjabatnya.
Kedudukan dan peranan yang sangat penting dari Aparatur Negara membuat Pemerintah berupaya untuk terus inenyempurnakan aturan yang menjadi dasar hukum Aparatur Negara. Pasca reformasi 1998, dasar hukum kepegawaian yang semula diatur melalui UU No.8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian, disempurnakan melalui UU No. 43 Tahun 1999 tentang Perubahan atas UU No.8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian. Melalui amandemen UU No.8 Tahun 1974 urgensi keberadaan pegawai negeri sudah dikaitkan dengan tujuan nasional untuk mewujudkan masyarakat madani yang taat hukum, berperadaban modem, demokratis, makmur, adil dan bermoral tinggi. Namun transformasi legal framework sebagai pijakan normativ manajemen PNS terlihat masih dilakukan dengan setengah hati untuk tidak mengatakan dengan berat hati bahwa, UU No. 8Tahun 1974 yang seharusnya diganti ternyata hanya direvisi secara parsialistik melalui Undang-Undang No. 43 Tahun 1999.
Dalam perkembangannya, pijakan normativ kepegawaian tidak hanya berhenti hingga Undang-Undang No. 43 Tahun 1999, namun pada tahun 2014 lahir Undang-Undang No. 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara. Dalam hal ini terjadi perubahan dan penambahan istilah mengenai aparatur negara. Sebelumnya, pada Pasal 1 angka 1 di Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian jo Undang-Undang Nomor 43 tahun 1999menyebutkan bahwa, Pegawai Negeri adalah setiap warga negara Republik Indonesia yang telah memenuhi syarat yang ditentukan, diangkat oleh pejabat yang berwenang dan diserahi tugas dalam suatu jabatan negeri, atau diserahi tugas negara lainnya, dan digaji berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Kemudian dalam Pasal 2 ayat (1) Pegawai Negeri terdiri dari Pegawai Negeri Sipil, Anggota Tentara Nasional Indonesia dan Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia. Kemudian pada Pasal 2 ayat (2), disebutkan bahwa Pegawai Negeri Sipil terdiri dari Pegawai Negeri Sipil Pusat dan Pegawai Negeri Sipil Daerah. Dalam Pasal 2 ayat (3), menyebutkan bahwa di samping Pegawai Negeri sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), pejabat yang berwenang dapat mengangkat pegawai tidak tetap. Berbeda dengan apa yang ada di dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Apatur Sipil Negara, dalam Pasal 1 angka 1 Undang-UndangNomor 5 Tahun 2014 tentang Apatur Sipil Negara menyebutkan bahwa, Aparatur Sipil Negara yang selanjutnya disingkat ASN adalah profesi bagi pegawai negeri sipil dan pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja yang bekerja pada instansi pemerintah. Pasal 1 angka 2 menyebutkan bahwa Pegawai Aparatur Sipil Negara yang selanjutnya disebut Pegawai ASN adalah pegawai negeri sipil dan pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja yang diangkat oleh pejabat Pembina kepegawaian dan diserahi tugas dalam suatu jabatan pemerintahan atau diserahi tugas negara lainnya dan dan digaji berdasarkan peraturan perundang-undangan.
Kemudian dalam Pasal 1 angka 3 disebutkan bahwa, Pegawai Negeri Sipil yang selanjutnya disingkat PNS adalah warga negara lndonesiayang memenuhi syarat tertentu, diangkat sebagai Pegawai ASN secara tetapoleh pejabat pembina kepegawaianuntuk menduduki jabatan pemerintahan. Dalam Pasal 1 angka (4) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara dinyatakan bahwa Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) adalah warga Negara Indonesia yang memenuhi syarat tertentu, yang diangkat berdasarkan perjanijian kerja untukjangka waktu tertentu dalam rangka melaksanakan tugas pemerintahan.
B. Pemberlakuan Sanksi Bagi Pegawai Negeri Sipil Yang Menyalahgunakan Wewenang
Seiring dengan pilar utama negara hukum, yaitu asas legalitas (legaliteitsbeginsel atau het beginsel van wetmatigheid van bestuu ) berdasarkan prinsip tersebut bahwa wewenang pemerintah berasal dari peraturan perundang- undangan artinya sumber wewenang bagi pemerintah adalah peraturan perundang-undangan.
Wewenang adalah suatu hak yang menyangkut dengan kekuasaan Negara yang bersifat publik. Dalam hal wewenang tidak semua pegawai negeri sipil memiliki wewenang, hanya pegawai negeri sipil yang telah diserahi suatu jabatan saja yang dapat memiliki wewenang, sebagai pemangku jabatan pegawai tersebut disebut sebagai pejabat.
Pejabat adalah seseorang yang menjalankan hak dan kewajiban yang didukung oleh sebuah jabatan. Dimana pada umumnya jabatan itu hanya dapat diisi oleh Pegawai Negeri Sipil, orang yang bukan pegawai negeri sipil tidak dapat mengisi jabatan tersebut dalam lingkungan pemerintahan. Pegawai negeri sipil yang memiliki wewenang harus melaksanakan kewajibannya sesuai dengan poksi yang telah ditentukan oleh undang-undang.
Dalam hukum administrasi negara terdapat 3 defenisi Penyalahgunaan wewenang, yaitu:
a. Penyalahgunaan wewenang untuk melakukan tindakan-tindakan yang bertentangan dengan kepentingan umum atau untuk menguntungkan kepentingan pribadi, kelompok atau golongan;
b. Penyalahgunaan wewenang dalam arti bahwa tindakan pejabat tersebut adalah benar ditunjukkan untuk kepentingan umum, tetapi menyimpang dari tujuan apa kewenangan tersebut diberikan oleh undang-undang atau peraturan-peraturan lain;
c. Penyalahgunaan wewenang dalam arti menyalahgunakan prosedur yang seharusnya dipergunakan untuk mencapai tujuan tertentu, tetapi telah menggunakan prosedur lain agar terlaksana.
Pelaksanaan suatu sanksi pemerintahan berlaku sebagai suatu keputusan (ketetapan) yang memberi beban. Hal itu membawa serta hakekat (sifat) dari sanksi. Bagi jenis tindakan-tindakan penguasa terkandung secara khusus adanya azas kecermatan dalam makna azas umum pemerintahan yan layak.
Perbuatan pemerintah negara atau aparatur negara merupakan suatu perbuatan yang dilakukan oleh alat pemerintahan/penguasa dalam tingkat tinggi dan rendahan secara spontan serta mandiri untuk pemeliharaan kepentingan negara dan rakyat. Dalam hal tersebut harus dibedakan antara perbuatan hukum (recht handelingen) dengan perbuatan yang bukan perbuatan hukum (feitelijke handelingen) yang oleh P. De Haan disebut sebagai perbuatan materiil atau tindakan nyata.
Dalam suatu negara hukum setiap tindakan hukum pemerintahan selalu harus didasarkan pada asas legalitas atau harus berdasarkan undang-undang yang beriaku. Yang artinya tindakan hukum pemerintahan itu pada dasarnya adalah tindakan yang dilakukan dalam rangka melaksanakan ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan yang beriaku atau dalam rangka mengatur dan melayani kepentingan umum yang dikristalisasikan dalam ketentuan undang-undang yang bersangkutan. Ketentuan-ketentuan undang-undang tersebut melahirkan kewenangan tertentu bagi pemerintah untuk melakukan tindakan hukum tertentu. Karena sebuah kewenangan hanya diberikan kepada organ pemerintahan tertentu, tidak kepada pihak lain.
Setiap Pegawai Negeri Sipil bukan saja haras memenuhi tugas dan kewajibannya akan tetapi bilamana hal tersebut dilanggar, pegawai negeri sipil tersebut dapat diberhentikan dengan hormat atau diberhentikan dengan tidak hormat.
a. Pegawai negeri sipil dapat diberhentikan dengan hormat atau tidak atas permintaan sendiri atau tidak dengan hormat karena:
1. Di hukum penjara berdasarkan keputusa Pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum yang telah melakukan tindak pidana kejahatan yang amcaman hukumannya 4 (empat) tahun atau lebih
2. Melakukan pelanggaran disiplin pegawai negeri sipil tingkat berat.
b. Pegawai Negeri Sipil diberhentikan dengan tidak hormat karena
1. Melanggar sumpah/ janji pegawai negeri sipil dan sumpah/janji jabatan karena tidak setia kepada Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, negara dan pemerintah.
2. Melakukan penyelewengan terhadap ideologi negara, pancasila, undang-undang dasar 1945 atau terlibat dalam kegiatan yang menentang negara dan pemerintah.
3. Di hukum penjara atau kurungan berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap karena melakukan tindak pidana kejahatan jabatan atau tindak pidana kejahatanyang ada hubungannya dengan jabatan.
c. Pegawai Negeri Sipil yang dikenakan penahanan oleh pejabat yang berwenang karena disangka telah melakukan tindak pidana kejahatan sampai mendapat putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap, dikenakan pemberhentian sementara.
d. Pemberhentian karena meninggalkan tugas:
1. Pegawai Negeri Sipil meninggalkan tugasnya secara tidak sah dalam waktu 2 (dua) bulan terus menerus, diberhentikan pembayaran gajinya mulai bulan ketiga.
2. Pegawai Negeri Sipil meninggalkan tugasnya secara tidak sah dalam waktu 6 (enam) bulan terus menerus, diberhentikan tidak dengan hormat.
e. Pegawai Negeri Sipil yang tidak melaporkan dirinya kembali ke instansi induknya setelah menjalani cuti diluar tanggungan negara, diberhentikan dengan hormat sebagai pegawai negeri sipil.
Pemerintah sebagai organisasi adalah suatu alat yang saling berhubungan dengan satuan-satuan kerja yang ada serta memberikan suatu jabatan maupun amanat kepada orang-orang yang ditempatkandalam struktur organisasi tersebut untuk melaksanakan dan menjalankan fungsi kewenangan masing-masing menurut tugas dan pekerjaan berdasarkan peraturan perundang-undangan.
C. Penyelesaian Sengketa Kepegawaian Pasca Lahirnya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014
Menurut Winardi, Sengketa adalah pertentangan atau konflik yang terjadi antara individu-individu atau kelompok-kelompok yang mempunyai hubungan atau kepentingan yang sama atas suatu objek kepemilikan, yang menimbulkan akibat hukum antara satu dengan yang lain.Sengketa kepegawaian adalah salah satu jenis Sengketa Administasi Negara (Sengketa Tata Usaha Negara) yang bersifat intern, karena para pihak dalam sengketa ini adalah sama-sama berkedudukan sebagai Pejabat/Badan Tata Usaha Negara. Sengketa kepegawaian dapat terjadi akibat dikeluarkannya suatu Keputusan Tata. Usaha Negara (Beschikking) dalam urusan Kepegawaian, yang dalam praktek kepegawaian sehari-hari banyak dikenal dalam bentuk Surat Keputusan (SK) dari pejabat tertentu, seperti: SK Pengangkatan Pegawai, SK Pemberhentian Pegawai baik atas permohonan sendiri maupun bukan atas permohonan sendiri, SK Mutasi, SK Penjatuhan Sanksi Administrasi Kepegawaian, SK Pen-jatuhan Hukuman Disiplin PNS, dan lain-lain.
Dengan kata lain sengketa Kepegawaian terjadi apabila tidak diterimanya ketentuan dari suatu Surat Keputusan yang dikeluarkan oleh Pejabat yang berwenang untuk Aparatur Negara atau Pegawai Negeri terkait, karena dirasa ada ketidaksesuaian dengan apa yang dilakukan, sehingga dianggap merugikan Aparatur Negara atau Pegawai Negeri tersebut. Dalam Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 Tentang peradilan Tata Usaha Negara disebutkan bahwa sengketa Kepegawaian terjadi apabila seorang Pegawai Negeri yang mendapatkan SK, merasa mendapatkan kerugian sebagai akibat dari dikeluarkannya SK tersebut, dalam hal ini yang bersangkutan akan memposisikan dirinya sebagai penggugat.
Sengketa Kepegawaian merupakan bagian dari sengketa tata usaha negara. Pengertian tentang sengketa Tata Usaha Negara diatur dalam Pasal 1 angka 10 Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009 tentang Peradilan Tata Usaha Negara yang menyatakan bahwa Sengketa Tata Usaha Negara adalah sengketa yang timbul dalam bidang tata usaha negara antara orang atau badan hukum perdata dengan badan atau pejabat tata usaha negara, baik di pusat maupun di daerah, sebagai akibat di keluarkan keputusan tata usaha negara, termasuk sengketa kepegawaian berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Terkait dengan peraturan perundang-undangan tentang kepegawaian, maka sebelum adanya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara,sengketa kepegawaian diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian jo Undang-Undang No 43 Tahun 1999 tentang dan Peraturan Pemerintah No. 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil. Dalam Pasal 35 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian, yang menyatakan bahwa Penyelesaian sengketa di bidang kepegawaian dilakukan melalui peradilan untuk itu, sebagai bagian dari Peradilan Tata Usaha Negara yang dimaksud dalam Undang-undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman, yang kemudian pada Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 sebagai perubahan dari Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian diatur pada Pasal 35 ayat (1) bahwa Sengketa kepegawaian diselesaikan melalui Peradilan Tata Usaha Negara. Kemudian pada Pasal 35 ayat (2) menyebutkan bahwa Sengketa kepegawaian sebagai akibat pelanggaran terhadap peraturan disiplin Pegawai Negeri Sipil diselesaikan melalui upaya banding administratif kepada Badan Pertimbangan Kepegawaian, dan pada Pasal 35 ayat (3) disebutkan bahwa Badan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
Dalam hal penjatuhan hukum disiplin Pegawai Negeri Sipil, maka diatur dalam Pasal 1 angka 6 menyebutkan bahwa upaya administratif adalah prosedur yang dapat ditempuh oleh PNS yang tidak puas terhadap hukuman disiplin yang dijatuhkan kepadanya berupa keberatan atau banding administratif. Pasal I angka 7 kemudian menyebutkan bahwa Keberatan adalah upaya administratif yang dapat ditempuh oleh PNS yang tidak puas terhadap hukumandisiplin yang dijatuhkan oleh pejabat yang berwenang menghukum kepada atasan pejabat yang berwenang menghukum, dan selanjutnya pada Pasal 1 angka 8 disebutkan bahwa Banding administratif adalah upaya administratif yang dapat ditempuh oleh PNS yang tidak puas terhadap hukuman disiplin berupa pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri atau pemberhentian tidak dengan hormat sebagai PNS yang dijatuhkan oleh pejabat yang berwenang menghukum, kepada Badan Pertimbangan Kepegawaian. Peraturan Pemerintah tentang Badan Pertimbangan Kepegawaian ditetapkan melalui PP Nomor 24 Tahun 2011.Peraturan Pemerintah tentang Badan Pertimbangan Kepegawaian (BAPEK) ini diamanatkan oleh Pasal 35 ayat (2) UU No. 43 Tahun 1999, yang memerintahkan pengaturan lebih lanjut mengenai BAPEK melalui Peraturan Pemerintah. Dalam PP Nomor 24 Tahun 2011 tugas Bapek dijelaskan antara pada Pasal 2 huruf b, bahwa Bapek bertugas memeriksa dan mengambil keputusan atas banding administratif dari PNS yang dijatuhi hukuman disiplin berupa pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri atau pemberhentian tidak dengan hormat sebagai PNS oleh pejabat pembina kepegawaian dan/atau gubemur selaku wakil pemerintah.
Oleh karena itu, tidak semua hukuman disiplin dapat diajukan banding administratif. Terhadap hukuman disiplin diluar dari kedua hal diatas, dapat mengajukan upaya administratif melalui mekanisme keberatan. Adapun apabila penyelesaian melalui upaya administrasi tersebut sudah dilakukan baikkeberatan atau banding namun tidak dapat terselesaikan, barulah mengajukan gugatan ke Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN). Sebelum seorang Pegawai mengajukan penyelesaian sengketa melalui PTUN maka menurut Pasal 48 Undang-Undang No. 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara jo Undang-Undang No. 51 Tahun 2009 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara, harus diselesaikan terlebih dahulu melalui upaya administratif.
Pada Pasal 48 ayat (1) dinyatakan bahwa dalam hal suatu Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara diberi wewenang oleh atau berdasarkan peraturan perundang- undangan untuk menyelesaikan secara administratif sengketa Tata Usaha Negara tertentu, maka batal atau tidak sah, dengan atau tanpa disertai tuntutan ganti rugi dan/administratif yang tersedia dan Pada Pasal 48 ayat (2) diatur bahwa Pengadilan baru berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan sengketa Tata Usaha Negara sebagaimana dimaksud dalam ayat ( 1) jika seluruh upaya administratif yang bersangkutan telah digunakan.
Seiring dengan upaya pemerintah untuk menyempurnakan sistem manajemen kepegawaian melalui peraturan perundang-undangan, kemudian lahirlah Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara. Dengan lahirnya undang-undang tersebut, maka terjadi perubahan pula pada ketentuan dan mekanisme mengenai sengketa kepegawaian. Berbeda dengan apa yang termuat dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian jo Undang-Undang No 43 Tahun 1999 tentang begitu juga pada Peraturan Pemerintah No. 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil. Dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara lahir Badan Pertimbangan Aparatur Sipil Negara atau Badan Pertimbangan ASN yang bertugas menerima banding administratif yang diajukan oleh Aparatur Sipil Negara yang bersengketa. Berbeda dengan apa yang ada di dalam peraturan perundang-undangan yang terdahulu, dalam hal pemeriksaan dan pengambilan keputusan mengenai banding administratif dilakukan oleh Badan Pertimbangan Kepegawaian. Adapun apabila ditelaah lebih lanjut perbedaan tersebut ada di dalam undang-undang yang baru yaitu UU No. 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara, dimana Penyelesaian Sengketa ASN diatur pada Pasal 129:
1) Sengketa Pegawai ASN diselesaikan melalui upaya administratif.
2) Upaya administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari keberatan dan banding administratif.
3) Keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diajukan secara tertulis kepada atasan pejabat yang berwenang menghukum dengan memuat alasan keberatan dan tembusannya disampaikan kepada pejabat yang berwenang menghukum.
4) Banding administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diajukan kepada badan pertimbangan ASN.
5) Ketentuan lebih lanjut mengenai upaya administratifdan badan pertimbanganASN sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (4)diatur denganPeraturan Pemerintah.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Perlindungan hukum bagi aparatur negara dalam penyelesaian sengketa kepegawaian pasca berlakunya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara belum dapat secara optimal diberikan. Ini dikarenakan belum adanya Peraturan Pemerintah (PP) atau peraturan yang secara teknis mengatur mengenai upaya administratif dan Badan Pertimbangan ASN seperti yang diamanatkan oleh Pasal 129 ayat (5) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara yang menyatakan bahwa, ketentuan lebih lanjut mengenai upaya administratif dan badan pertimbangan ASN sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (4) diatur dengan Peraturan Pemerintah, maka dalam mekanisme penyelesaian sengketa ASN dapat mengalami ketidakpastian bagi aparatur negara. Adapun perlindungan hukum yang dapat dilakukan Pemerintah yaitu segera menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) atau peraturan yang secara teknis mengenai upaya administratif dan Badan Pertimbangan ASN.
Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang telah menyalahgunakan wewenang dapat diberi sanksi administrasi yakni berupa;
1) Paksaan pemerintah agar dapat mengembalikan kepada keadaan semula.
2) Penarikan kembali keputusan tata usaha negara yaitu dengan mengeluarkan keputusan baru dan keputusan yang terdahulu tidak berlaku lagi.
3) Pengenaan uang paksa karena tidak melaksanakan sesuatu sesuai dengan peraturan undang- undangan yang berlaku.
4) Pengenaan denda administrasi.
B. Saran
Penulis menyarankan kepada setiap Pegawai Negara sipil atau Aparatur Sipil Negara agar melakukan segala kegiatan atau pekerjaannya sesuai dengan peraturan yang telah ditentukan. Dan tidak melakukan pelanggaran terhadap peraturan tersebut, guna tercipta pegawai yang Profesional.
Referensi:
https://www.scribd.com/doc/112418169/Makalah-Hukum-Kepegawaian
8300 jurnal.usu.ac.id
[PDF] Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil - Scribd - Free Downloadedoc.tips
[Download DOCX] - Makalah Hukum Kepegawaiandokumen.tips
Nurmalita-Ayuningtyas-Harahap-Jurnal-Yuridis-Vol-3-No-2-Desember-2016


Slot Machine for sale at the casino - DrmCD
BalasHapusWe 순천 출장마사지 want to give you 강원도 출장마사지 a big win of over £100.00 계룡 출장샵 when you 순천 출장안마 play the Slot Machine for FREE! Click and enjoy this online 안산 출장샵 slot for FREE.