Home » , » Makalah Hukum Kepegawaian "Fungsi, Sanksi, dan Penyelesaian Sengketa"

Makalah Hukum Kepegawaian "Fungsi, Sanksi, dan Penyelesaian Sengketa"

Makalah ini membahas tentang fungsi Aparatur Negara dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun   2014 tentang Aparatur Sipil Negara. Kemudian tentang pemberlakuan sanksi bagi Pegawai Negeri Sipil yang menyalahgunakan wewenangnya dan bagaimana penyelesaian sengketa Kepegawaian Pasca Lahirnya Undang-Undang  Nomor  5 Tahun  2014.

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia W.J.S.  Poerwadinata,  kata pegawai berarti:   "orang   yang   berkerja   pada   Pemerintah (Perusahaan    dan   sebagainya)." Sedangkan "negeri" berarti: "negara"  atau "pemerintah."  Jadi pegawai negeri adalah orang  yang bekerja  pada Pemerintahatau  negara. Aparatur  Negara  sebagai  sarana kepegawaian memiliki kedudukan dan peranan yang sangat penting dalam penyelenggaraan   fungsi  pemerintah.  Arti  penting  tersebut  oleh  Utrecht  dikaitkan dengan  pengisian  jabatan   pemerintahan,   yang  diisi   oleh  Pegawai  Negeri  Sipil.

Aparatur   Negara   merupakan   sarana  yang  sangat  penting   dalam  mencapai tujuan  negara,  sebagaimana  yang .tercantum   dalam  dalam  Pembukaan  UUD  1945 (Alinea ke-IV).  Tujuan  tersebut  antara  lain adalah melindungi  segenap bangsa dan seluruh  Tumpah  Darah   Indonesia.   Tujuan  pembangunan   nasional   adalah  untuk membentuk  satu  masyarakat  adil dan  makmur,  seimbang  materiil  dan  spiritualnya berdasarkan     Pancasila     dalam     wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Kelancaran pelaksanaan   pemerintah   dan pembangunan   nasional,  terutama  sekali tergantung pada pesempumaan  Aparatur Negara. Pentingnya peran Aparatur Negara ini tidak terlepas dari diberikannya  perlindungan  hukum dan kepastian hukum yang diberikan oleh Pemerintah  bagi Aparatur Negara dalam menjalankan tugasnya. Oleh karena  itu,  Pemerintah   telah  berupaya   sungguh-sungguh   untuk  merumuskannya dalam suatu kerangka perundang-undangan tentang kepegawaian  yang semakin lama bertambah sempuma.

Upaya   untuk   menyempurnakan   tersebut   di  tandai   dengan   beberapa   kali perubahan  pada  peraturan  perundang-undangan   yang  mengatur  tentang  Aparatur Negara  tersebut.  Setelah  Undang-Undang   Nomor  8   Tahun  1974  tentang  Pokok-Pokok  Kepegawaian  diubah  menjadi  Undang-Undang  Nomor  43 tahun  1999, kini lahir   Undang-Undang   Nomor  5  Tahun   2014   tentang   Aparatur Sipil  Negara. Perubahan yang terjadi khususnya mengenai mekanisme  penyelesaian  sengketa Aparatur  Sipil Negara  (ASN).

Asas-asas umum pemerintahan  yang  baik  dapat  dipahami sebagai asas-asas    umum    yang    dijadikan    sebagai   dasar    dan    tata   cara    dalam penyelenggaraan pemerintah yang layak, yang dengan cara demikian penyelenggara pemerintahan itu menjadi baik, sopan, adil dan terhormat, bebas dari kezaliman pelanggaran peraturan, tindakan penyalahgunaan wewenang dan tindakan sewenang-wenang.

B. Rumusan masalah

1. Bagaimana fungsi Aparatur Negara dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun   2014 tentang Aparatur Sipil Negara ?
2. Bagaimana pemberlakuan sanksi bagi Pegawai Negeri Sipil yang menyalahgunakan wewenangnya ?
3. Bagaimana penyelesaian sengketa Kepegawaian Pasca Lahirnya Undang-Undang  Nomor  5 Tahun  2014 ?

C. Tujuan

1. Mengetahui bagaimana fungsi Aparatur Negara dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun   2014 tentang Aparatur Sipil Negara.
2. Untuk mengetahui bentuk pemberlakuan sanksi bagi Pegawai Negeri Sipil yang menyalahgunakan wewenangnya.
3. Untuk mengetahui 3. Bagaimana penyelesaian sengketa Kepegawaian Pasca Lahirnya Undang-Undang  Nomor  5 Tahun  2014.


BAB II
PEMBAHASAN

A. Aparatur Negara dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara

Negara baik sebagai badan hukum publik maupun organisasi jabatan  dibentuk dengan tujuan-tujuan  tertentu.  Dengan  kata lain, setiap  negara itu memiliki  tujuan yang hendak  dicapai.  Indonesia  sebagai  suatu negara juga  dibentuk  dengan tujuan tertentu. Tujuan negara tersebut dapat dilihat pada Alinea ke empat Undang-Undang Dasar  1945 Negara  Republik  Indonesia  yang terdiri  dari empat tujuan negara  dan satu tujuan akhir negara, yaitu :
1. Tujuan perlindungan (Protectional  Goal);
2. Tujuan Kesejahteraan (Welfare Goal);
3. Tujuan Pencerdasan (Educational  Goal);
4. Tujuan Kedamaian (Peacefullness  Goal).
keempat tujuan negara ini kemudian menuju ke satu tujuan akhir, yaitu untuk mencipatakan masyarakat  adil dan makmur. Tujuan negara ini hanya bisa dicapai dengan adanya pembangunan  nasional yang dilakukan dengan perencanaan  yang  matang,  realistik,  terarah  dan  terpadu,  bertahap,  bersungguh-sungguh, berdaya guna dan berhasil guna.  Tujuan pembangunan  nasional ini adalah untuk membentuk  satu masyarakat  adil dan makmur,  yang tidak  lain adalah tujuan akhir negara Indonesia,  seimbang material dan spritualnya  berdasarkan  Pancasila di dalam wilayah negara kesatuan Negara Indonesia.

Dalam melaksanakan tujuan tersebut, maka negara harus memiliki sarana prasarana.  Salah satu  sarana yang  harus  ada di dalam  suatu  negara  adalah  tenaga kerja. Dalam hal ini tenaga kerja  sangat diperlukan  untuk mencapai  tujuan negara. Tenaga  kerja  tersebut  dapat  diartikan  sebagai  aparatur  negara,  dimana kesempuranaan aparatur negara sangat berpengaruh  dalam mencapai tujuan negera.Kesempurnaan  aparatur  negara  tergantung juga  dari kesempumaan  pegawai negeri  (sebagai  bagian  dari  aparatur  negara).  Pegawai  negeri  mempunyai  peranan amat penting sebab pegawai negeri merupakan unsur aparatur negara untuk menyelenggarakan  pemerintahan  dan pembangunan  dalam rangka  mencapai tujuan Negara.

Adapun pengertian dari Pegawai menurut Kranenburg adalah pejabat yang ditunjuk, jadi  pengertian  tidak  termasuk  terhadap  mereka  yang memangku jabatan mewakili seperti anggota parlemen, presiden dan sebaginya. Logemann dengan menggunakan  kriteria  yang  bersifat  materiil  mencermati  hubungan  antara  Negara dengan Pegawai Negeri dengan memberikan pengertian  Pegawai Negeri sebagai tiap pejabat yang mempunyai hubungan dinas dengan negara.

Jabatan   merupakan   personifikasi   hak  dan  kewajiban   dalam  struktur   organisasi pemerintahan.   Agar   dapat   berjalan   (menjadi   konkrit   (concrete)   atau   menjadi bermanfaat  bagi negara),  maka jabatan  (sebagai  personifikasi  hak dan kewajiban) dalam  struktur   organisasi pemerintahan.   Agar   dapat   berjalan   (menjadi   konkrit   (concrete)   atau   menjadi bermanfaat  bagi negara),  maka jabatan  (sebagai  personifikasi  hak dan kewajiban) memerlukan  suatu perwakilan  (vertegenwoordiging).   Yang menjalankan perwakilan itu,  ialah  suatu  pejabat,  yaitu  manusia  atau  badan  hukum.  Oleh  karena  diwakili penjabat,  maka jabatan  itu berjalan  .    Yang  menjalankan  hak  dan kewajiban  yang didukung  oleh  jabatan,   ialah  jabatan,   ialah  penjabat.   Jabatan  bertindak  dengan perantaraan dengan perantaraan penjabatnya.

Kedudukan  dan peranan yang  sangat penting  dari Aparatur  Negara  membuat Pemerintah   berupaya  untuk  terus  inenyempurnakan   aturan  yang  menjadi   dasar hukum  Aparatur  Negara.  Pasca  reformasi   1998,  dasar  hukum  kepegawaian  yang semula  diatur  melalui  UU No.8  Tahun  1974 tentang  Pokok-Pokok  Kepegawaian, disempurnakan  melalui  UU No.  43 Tahun  1999 tentang  Perubahan  atas UU No.8 Tahun   1974 tentang  Pokok-pokok   Kepegawaian.   Melalui  amandemen  UU  No.8 Tahun   1974 urgensi  keberadaan  pegawai  negeri  sudah  dikaitkan  dengan  tujuan nasional  untuk  mewujudkan  masyarakat  madani  yang  taat  hukum,  berperadaban modem,  demokratis,  makmur,  adil dan bermoral  tinggi. Namun transformasi  legal framework sebagai  pijakan  normativ   manajemen   PNS  terlihat   masih  dilakukan dengan setengah hati untuk tidak  mengatakan  dengan berat hati bahwa, UU No. 8Tahun  1974  yang  seharusnya  diganti  ternyata   hanya  direvisi   secara  parsialistik melalui Undang-Undang No. 43 Tahun 1999.

Dalam perkembangannya,  pijakan normativ  kepegawaian  tidak hanya berhenti hingga Undang-Undang  No. 43 Tahun  1999, namun pada tahun 2014 lahir Undang-Undang No. 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara. Dalam hal ini terjadi perubahan  dan  penambahan  istilah  mengenai  aparatur  negara.   Sebelumnya,  pada Pasal  1     angka  1     di  Undang-Undang  Nomor  8  Tahun  1974 tentang  Pokok-pokok Kepegawaian   jo   Undang-Undang   Nomor   43   tahun   1999menyebutkan   bahwa, Pegawai   Negeri   adalah   setiap   warga   negara   Republik   Indonesia   yang   telah memenuhi  syarat  yang  ditentukan,   diangkat   oleh  pejabat  yang  berwenang   dan diserahi  tugas dalam  suatu jabatan  negeri,  atau diserahi  tugas  negara lainnya,  dan digaji berdasarkan peraturan perundang-undangan  yang berlaku.

Kemudian dalam Pasal 2 ayat (1) Pegawai  Negeri terdiri dari Pegawai Negeri Sipil, Anggota Tentara Nasional Indonesia dan Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia. Kemudian pada Pasal 2 ayat (2), disebutkan bahwa Pegawai Negeri Sipil terdiri  dari Pegawai  Negeri  Sipil  Pusat  dan Pegawai  Negeri  Sipil Daerah.  Dalam Pasal  2  ayat  (3),  menyebutkan  bahwa  di  samping  Pegawai  Negeri  sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), pejabat yang berwenang  dapat mengangkat pegawai tidak tetap. Berbeda dengan apa yang ada di dalam Undang-Undang  Nomor 5  Tahun 2014 tentang Apatur Sipil Negara, dalam Pasal 1  angka 1   Undang-UndangNomor  5 Tahun 2014 tentang Apatur Sipil Negara menyebutkan  bahwa,  Aparatur  Sipil Negara yang selanjutnya  disingkat  ASN  adalah  profesi  bagi  pegawai  negeri  sipil  dan pegawai   pemerintah  dengan perjanjian  kerja yang bekerja  pada instansi pemerintah. Pasal 1 angka  2  menyebutkan  bahwa  Pegawai  Aparatur   Sipil   Negara  yang selanjutnya disebut Pegawai ASN adalah pegawai negeri  sipil dan pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja yang diangkat oleh pejabat Pembina kepegawaian dan  diserahi tugas dalam  suatu jabatan  pemerintahan  atau  diserahi  tugas  negara  lainnya  dan dan digaji berdasarkan peraturan perundang-undangan. 
                                                    
Kemudian  dalam  Pasal 1 angka 3  disebutkan  bahwa,  Pegawai  Negeri  Sipil yang  selanjutnya  disingkat  PNS  adalah  warga  negara  lndonesiayang   memenuhi syarat tertentu, diangkat sebagai Pegawai ASN secara tetapoleh pejabat pembina kepegawaianuntuk   menduduki  jabatan   pemerintahan.   Dalam Pasal 1  angka (4) Undang-Undang  Nomor  5  Tahun  2014  tentang  Aparatur Sipil Negara dinyatakan bahwa Pegawai  Pemerintah dengan  Perjanjian  Kerja  (PPPK)  adalah  warga Negara Indonesia  yang  memenuhi  syarat  tertentu,  yang  diangkat  berdasarkan  perjanijian kerja untukjangka  waktu tertentu dalam rangka melaksanakan  tugas pemerintahan.

B. Pemberlakuan Sanksi Bagi Pegawai Negeri Sipil Yang Menyalahgunakan Wewenang

Seiring dengan pilar utama negara hukum, yaitu asas legalitas (legaliteitsbeginsel atau het beginsel van wetmatigheid van bestuu ) berdasarkan prinsip tersebut bahwa wewenang pemerintah berasal dari peraturan perundang- undangan artinya   sumber   wewenang   bagi   pemerintah   adalah   peraturan perundang-undangan.

Wewenang adalah suatu hak yang menyangkut dengan kekuasaan Negara yang  bersifat  publik. Dalam hal wewenang tidak semua pegawai negeri sipil memiliki wewenang, hanya pegawai negeri sipil yang telah diserahi suatu jabatan saja yang dapat memiliki wewenang, sebagai pemangku jabatan pegawai tersebut disebut sebagai pejabat.

Pejabat adalah seseorang yang menjalankan hak dan kewajiban yang didukung oleh sebuah jabatan. Dimana pada umumnya jabatan itu hanya dapat diisi oleh Pegawai Negeri Sipil, orang yang bukan pegawai negeri sipil tidak dapat mengisi jabatan tersebut dalam lingkungan pemerintahan. Pegawai negeri sipil yang memiliki wewenang harus melaksanakan kewajibannya sesuai dengan poksi yang telah ditentukan oleh undang-undang.

Dalam  hukum  administrasi  negara  terdapat  3  defenisi  Penyalahgunaan wewenang, yaitu:
a. Penyalahgunaan wewenang untuk melakukan tindakan-tindakan yang bertentangan dengan kepentingan umum atau untuk menguntungkan kepentingan pribadi, kelompok atau golongan;
b. Penyalahgunaan wewenang dalam arti bahwa tindakan pejabat tersebut adalah  benar  ditunjukkan  untuk  kepentingan  umum,  tetapi menyimpang dari tujuan apa kewenangan tersebut diberikan oleh undang-undang atau peraturan-peraturan lain;
c. Penyalahgunaan  wewenang  dalam  arti  menyalahgunakan  prosedur yang seharusnya dipergunakan untuk mencapai tujuan tertentu, tetapi telah menggunakan prosedur lain agar terlaksana.

Pelaksanaan suatu sanksi pemerintahan berlaku sebagai suatu keputusan (ketetapan)  yang  memberi beban.  Hal  itu  membawa serta hakekat  (sifat)  dari sanksi. Bagi jenis tindakan-tindakan penguasa terkandung secara khusus adanya azas kecermatan dalam makna azas umum pemerintahan yan layak.
Perbuatan pemerintah negara atau aparatur negara merupakan suatu perbuatan yang dilakukan oleh alat pemerintahan/penguasa dalam tingkat tinggi dan  rendahan  secara  spontan  serta  mandiri  untuk  pemeliharaan  kepentingan negara dan rakyat. Dalam hal tersebut harus dibedakan antara perbuatan hukum (recht handelingen) dengan perbuatan yang bukan perbuatan hukum (feitelijke handelingen) yang oleh P. De Haan disebut sebagai perbuatan materiil atau tindakan nyata.
Dalam suatu negara hukum setiap tindakan hukum pemerintahan selalu harus didasarkan pada asas legalitas atau harus berdasarkan undang-undang yang beriaku. Yang artinya tindakan hukum pemerintahan itu pada dasarnya adalah tindakan yang dilakukan dalam rangka melaksanakan ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan yang beriaku atau dalam rangka mengatur   dan   melayani   kepentingan   umum   yang   dikristalisasikan dalam ketentuan undang-undang yang bersangkutan.   Ketentuan-ketentuan   undang-undang   tersebut   melahirkan   kewenangan   tertentu   bagi   pemerintah   untuk melakukan tindakan hukum tertentu. Karena sebuah kewenangan hanya diberikan kepada organ pemerintahan tertentu, tidak kepada pihak lain.
Setiap Pegawai Negeri Sipil bukan saja haras memenuhi tugas dan kewajibannya akan tetapi bilamana hal tersebut dilanggar, pegawai negeri sipil tersebut dapat diberhentikan dengan hormat atau diberhentikan dengan tidak hormat.

a. Pegawai negeri sipil dapat diberhentikan dengan hormat atau tidak atas permintaan sendiri atau tidak dengan hormat karena:
1. Di hukum penjara berdasarkan keputusa Pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum yang telah melakukan tindak pidana kejahatan yang amcaman hukumannya 4 (empat) tahun atau lebih
2. Melakukan pelanggaran disiplin pegawai negeri sipil tingkat berat.
b. Pegawai Negeri Sipil diberhentikan dengan tidak hormat karena
1. Melanggar  sumpah/  janji pegawai negeri sipil  dan sumpah/janji jabatan karena tidak setia kepada Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, negara dan pemerintah.
2. Melakukan penyelewengan terhadap ideologi negara, pancasila, undang-undang dasar 1945 atau terlibat dalam kegiatan yang menentang negara dan pemerintah.
3. Di hukum penjara atau kurungan berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap karena melakukan tindak pidana kejahatan jabatan atau tindak pidana kejahatanyang ada hubungannya dengan jabatan.
c. Pegawai Negeri Sipil yang dikenakan penahanan oleh pejabat  yang berwenang karena disangka telah melakukan tindak pidana kejahatan sampai mendapat putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap, dikenakan pemberhentian sementara.
d. Pemberhentian karena meninggalkan tugas:
1. Pegawai  Negeri  Sipil  meninggalkan  tugasnya  secara  tidak  sah dalam waktu 2 (dua) bulan terus menerus, diberhentikan pembayaran gajinya mulai bulan ketiga.
2. Pegawai  Negeri  Sipil  meninggalkan  tugasnya  secara  tidak  sah dalam waktu 6 (enam) bulan terus menerus, diberhentikan tidak dengan hormat.
e. Pegawai  Negeri  Sipil  yang  tidak  melaporkan  dirinya  kembali  ke instansi induknya setelah menjalani cuti diluar tanggungan negara, diberhentikan dengan hormat sebagai pegawai negeri sipil.
Pemerintah sebagai organisasi adalah suatu alat yang saling berhubungan dengan satuan-satuan kerja yang ada serta memberikan suatu  jabatan maupun amanat kepada orang-orang yang ditempatkandalam struktur organisasi tersebut untuk   melaksanakan   dan   menjalankan   fungsi   kewenangan   masing-masing menurut tugas dan pekerjaan berdasarkan peraturan perundang-undangan.

C. Penyelesaian    Sengketa    Kepegawaian    Pasca   Lahirnya   Undang-Undang Nomor  5 Tahun  2014

Menurut  Winardi,  Sengketa  adalah  pertentangan   atau  konflik  yang  terjadi antara individu-individu  atau kelompok-kelompok   yang  mempunyai  hubungan  atau kepentingan  yang  sama  atas  suatu  objek  kepemilikan,  yang  menimbulkan  akibat hukum antara satu dengan yang lain.Sengketa kepegawaian  adalah salah satu jenis Sengketa Administasi  Negara  (Sengketa  Tata  Usaha  Negara)  yang bersifat  intern, karena para pihak dalam sengketa ini adalah sama-sama berkedudukan sebagai Pejabat/Badan Tata Usaha Negara. Sengketa kepegawaian dapat terjadi akibat dikeluarkannya  suatu  Keputusan  Tata. Usaha  Negara  (Beschikking) dalam  urusan Kepegawaian,  yang dalam praktek  kepegawaian  sehari-hari  banyak  dikenal  dalam bentuk  Surat  Keputusan   (SK)  dari  pejabat   tertentu,   seperti:   SK  Pengangkatan Pegawai, SK Pemberhentian  Pegawai baik  atas permohonan  sendiri maupun bukan atas permohonan  sendiri, SK Mutasi,  SK Penjatuhan  Sanksi Administrasi Kepegawaian, SK Pen-jatuhan Hukuman Disiplin PNS, dan lain-lain.

Dengan  kata  lain  sengketa  Kepegawaian   terjadi   apabila  tidak  diterimanya ketentuan  dari suatu  Surat   Keputusan  yang dikeluarkan    oleh   Pejabat   yang berwenang  untuk Aparatur  Negara  atau Pegawai  Negeri  terkait, karena  dirasa ada ketidaksesuaian  dengan apa yang dilakukan,  sehingga dianggap merugikan Aparatur Negara atau Pegawai Negeri tersebut.  Dalam Undang-Undang  Nomor 9 Tahun 2004 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang  Nomor  5 Tahun 1986 Tentang peradilan Tata Usaha Negara disebutkan bahwa sengketa Kepegawaian  terjadi apabila seorang Pegawai  Negeri yang  mendapatkan   SK,  merasa   mendapatkan   kerugian sebagai akibat dari dikeluarkannya SK tersebut, dalam hal ini yang bersangkutan akan memposisikan dirinya sebagai penggugat.

Sengketa  Kepegawaian  merupakan   bagian   dari sengketa   tata  usaha  negara. Pengertian  tentang  sengketa  Tata  Usaha  Negara  diatur  dalam  Pasal  1  angka 10 Undang-Undang Nomor 51  Tahun 2009 tentang Peradilan  Tata Usaha Negara yang menyatakan  bahwa Sengketa Tata Usaha Negara adalah sengketa yang timbul dalam bidang tata usaha negara antara orang atau badan hukum perdata dengan badan atau pejabat  tata  usaha  negara,  baik  di  pusat  maupun   di  daerah,  sebagai  akibat  di keluarkan keputusan tata usaha negara, termasuk sengketa kepegawaian berdasarkan peraturan perundang-undangan  yang berlaku.

Terkait dengan peraturan  perundang-undangan tentang  kepegawaian,   maka sebelum  adanya  Undang-Undang  Nomor  5   Tahun  2014  tentang  Aparatur  Sipil Negara,sengketa  kepegawaian  diatur dalam  Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok  Kepegawaian  jo  Undang-Undang  No 43 Tahun  1999 tentang dan  Peraturan  Pemerintah  No. 53  Tahun  2010  tentang  Disiplin  Pegawai  Negeri Sipil. Dalam Pasal 35 Undang-Undang  Nomor 8  Tahun  1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian, yang menyatakan bahwa  Penyelesaian  sengketa  di  bidang kepegawaian  dilakukan  melalui  peradilan  untuk  itu, sebagai  bagian  dari Peradilan Tata Usaha  Negara  yang dimaksud  dalam Undang-undang  Nomor  14  Tahun  1970 tentang  Ketentuan-ketentuan Pokok  Kekuasaan  Kehakiman,   yang  kemudian  pada Undang-Undang  Nomor  43 Tahun  1999   sebagai  perubahan  dari Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok  Kepegawaian  diatur pada Pasal 35 ayat (1) bahwa Sengketa kepegawaian diselesaikan melalui Peradilan Tata Usaha Negara. Kemudian   pada  Pasal   35 ayat (2)  menyebutkan  bahwa   Sengketa  kepegawaian sebagai   akibat   pelanggaran terhadap peraturan disiplin Pegawai Negeri Sipil diselesaikan   melalui   upaya  banding   administratif   kepada   Badan  Pertimbangan Kepegawaian,  dan  pada  Pasal  35  ayat (3)  disebutkan  bahwa  Badan  sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

Dalam hal penjatuhan hukum disiplin Pegawai Negeri Sipil, maka diatur dalam Pasal 1  angka 6 menyebutkan bahwa upaya administratif  adalah prosedur yang dapat ditempuh  oleh  PNS  yang  tidak  puas  terhadap hukuman disiplin  yang  dijatuhkan kepadanya  berupa  keberatan  atau banding  administratif. Pasal I angka 7 kemudian menyebutkan bahwa Keberatan adalah upaya administratif yang dapat ditempuh oleh PNS yang tidak puas  terhadap  hukumandisiplin  yang dijatuhkan  oleh pejabat  yang berwenang menghukum kepada atasan pejabat yang berwenang  menghukum,   dan selanjutnya  pada  Pasal 1 angka 8 disebutkan  bahwa  Banding  administratif  adalah upaya administratif yang  dapat ditempuh    oleh PNS yang tidak puas terhadap hukuman disiplin berupa    pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri atau  pemberhentian tidak  dengan hormat  sebagai  PNS  yang dijatuhkan oleh pejabat yang berwenang menghukum, kepada Badan Pertimbangan Kepegawaian. Peraturan Pemerintah tentang Badan Pertimbangan   Kepegawaian ditetapkan  melalui  PP Nomor  24 Tahun 2011.Peraturan  Pemerintah  tentang  Badan Pertimbangan  Kepegawaian (BAPEK) ini diamanatkan oleh  Pasal 35 ayat (2) UU No. 43  Tahun  1999,   yang  memerintahkan  pengaturan  lebih  lanjut  mengenai  BAPEK melalui  Peraturan   Pemerintah.   Dalam  PP  Nomor  24  Tahun  2011  tugas  Bapek dijelaskan  antara  pada  Pasal  2  huruf  b,  bahwa  Bapek  bertugas  memeriksa   dan mengambil  keputusan  atas banding  administratif  dari PNS yang dijatuhi  hukuman disiplin berupa pemberhentian  dengan hormat tidak atas permintaan sendiri atau pemberhentian  tidak dengan hormat sebagai PNS oleh pejabat pembina kepegawaian dan/atau gubemur selaku wakil pemerintah.

Oleh karena itu, tidak semua hukuman disiplin dapat diajukan banding administratif.  Terhadap   hukuman   disiplin   diluar   dari   kedua   hal  diatas, dapat mengajukan upaya administratif melalui mekanisme keberatan. Adapun  apabila penyelesaian melalui upaya administrasi   tersebut  sudah  dilakukan  baikkeberatan atau  banding namun  tidak  dapat  terselesaikan,   barulah   mengajukan   gugatan  ke Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN). Sebelum seorang Pegawai mengajukan penyelesaian  sengketa melalui PTUN maka menurut Pasal 48 Undang-Undang  No. 5 Tahun  1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara jo Undang-Undang  No. 51 Tahun 2009   Tentang   Perubahan   Kedua   Atas  Undang-Undang   Nomor  5  Tahun 1986 Tentang  Peradilan  Tata Usaha  Negara,  harus  diselesaikan  terlebih  dahulu  melalui upaya administratif.

Pada  Pasal  48  ayat  (1)  dinyatakan   bahwa  dalam  hal  suatu  Badan  atau  Pejabat Tata  Usaha   Negara   diberi   wewenang    oleh  atau  berdasarkan peraturan  perundang- undangan untuk  menyelesaikan     secara   administratif    sengketa   Tata Usaha Negara tertentu, maka  batal   atau  tidak  sah, dengan atau  tanpa disertai tuntutan ganti  rugi dan/administratif    yang  tersedia   dan  Pada  Pasal  48  ayat  (2) diatur  bahwa Pengadilan baru berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan   sengketa  Tata  Usaha Negara  sebagaimana dimaksud   dalam  ayat  ( 1) jika  seluruh  upaya  administratif  yang bersangkutan   telah  digunakan.

Seiring dengan upaya pemerintah  untuk menyempurnakan sistem manajemen kepegawaian melalui peraturan perundang-undangan,       kemudian lahirlah  Undang  Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil   Negara. Dengan  lahirnya  undang-undang  tersebut, maka terjadi    perubahan  pula  pada   ketentuan  dan  mekanisme mengenai sengketa   kepegawaian. Berbeda dengan apa yang termuat  dalam  Undang-Undang   Nomor 8  Tahun  1974  tentang  Pokok-pokok  Kepegawaian  jo   Undang-Undang No 43 Tahun 1999 tentang begitu juga pada Peraturan   Pemerintah No. 53 Tahun  2010  tentang  Disiplin  Pegawai  Negeri  Sipil.  Dalam  Undang-Undang Nomor  5 Tahun  2014  tentang   Aparatur   Sipil  Negara   lahir  Badan  Pertimbangan  Aparatur Sipil Negara  atau  Badan     Pertimbangan ASN yang  bertugas  menerima banding administratif    yang diajukan oleh Aparatur  Sipil  Negara  yang  bersengketa. Berbeda dengan  apa yang  ada  di dalam  peraturan   perundang-undangan  yang  terdahulu, dalam hal   pemeriksaan dan  pengambilan  keputusan     mengenai banding  administratif dilakukan oleh  Badan Pertimbangan    Kepegawaian. Adapun apabila  ditelaah  lebih lanjut  perbedaan  tersebut   ada di dalam undang-undang yang baru yaitu UU  No. 5 Tahun 2014   tentang   Aparatur  Sipil Negara, dimana   Penyelesaian   Sengketa  ASN diatur  pada  Pasal  129:
1) Sengketa Pegawai ASN diselesaikan melalui upaya administratif.
2) Upaya administratif  sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri  dari keberatan  dan banding administratif.
3) Keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diajukan secara tertulis kepada atasan pejabat yang berwenang  menghukum  dengan memuat  alasan keberatan dan tembusannya disampaikan kepada pejabat yang berwenang menghukum.
4) Banding  administratif  sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (2) diajukan  kepada badan pertimbangan ASN.
5) Ketentuan  lebih  lanjut mengenai  upaya administratifdan  badan pertimbanganASN sebagaimana  dimaksud pada ayat (2) dan ayat (4)diatur denganPeraturan Pemerintah.

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Perlindungan  hukum  bagi  aparatur   negara   dalam   penyelesaian   sengketa kepegawaian   pasca  berlakunya   Undang-Undang  Nomor 5   Tahun  2014  tentang Aparatur Sipil Negara belum dapat secara optimal  diberikan. Ini dikarenakan belum adanya  Peraturan   Pemerintah  (PP)  atau  peraturan  yang secara teknis mengatur mengenai upaya   administratif  dan Badan Pertimbangan  ASN  seperti   yang diamanatkan  oleh Pasal 129 ayat (5) Undang-Undang  Nomor 5  Tahun 2014 tentang Aparatur  Sipil  Negara  yang  menyatakan  bahwa,  ketentuan  lebih  lanjut  mengenai upaya administratif  dan badan pertimbangan  ASN sebagaimana  dimaksud pada ayat (2) dan ayat (4) diatur dengan Peraturan Pemerintah, maka dalam mekanisme penyelesaian  sengketa ASN dapat mengalami  ketidakpastian  bagi  aparatur  negara. Adapun   perlindungan  hukum yang dapat   dilakukan   Pemerintah   yaitu   segera menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) atau peraturan  yang secara teknis mengenai upaya administratif  dan Badan Pertimbangan ASN.

Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang telah menyalahgunakan wewenang dapat diberi sanksi administrasi yakni berupa;
1) Paksaan pemerintah agar dapat mengembalikan kepada keadaan semula.
2) Penarikan  kembali  keputusan  tata  usaha  negara  yaitu  dengan mengeluarkan keputusan baru dan keputusan yang terdahulu tidak berlaku lagi.
3) Pengenaan uang paksa karena tidak melaksanakan sesuatu sesuai dengan peraturan undang- undangan yang berlaku.
4) Pengenaan denda administrasi.

B. Saran

Penulis menyarankan kepada setiap Pegawai Negara sipil atau Aparatur Sipil Negara agar melakukan segala kegiatan atau pekerjaannya sesuai dengan peraturan yang telah ditentukan. Dan tidak melakukan pelanggaran terhadap peraturan tersebut, guna tercipta pegawai yang Profesional.

Referensi:

https://www.scribd.com/doc/112418169/Makalah-Hukum-Kepegawaian
8300 jurnal.usu.ac.id
[PDF] Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil - Scribd - Free Downloadedoc.tips
[Download DOCX] - Makalah Hukum Kepegawaiandokumen.tips

Nurmalita-Ayuningtyas-Harahap-Jurnal-Yuridis-Vol-3-No-2-Desember-2016

1 komentar:

  1. Slot Machine for sale at the casino - DrmCD
    We 순천 출장마사지 want to give you 강원도 출장마사지 a big win of over £100.00 계룡 출장샵 when you 순천 출장안마 play the Slot Machine for FREE! Click and enjoy this online 안산 출장샵 slot for FREE.

    BalasHapus