Makalah ini berisi tentang latar belakang dan sejarah kemunculan pragmatik dalam bahasa. Selain itu juga dijelaskan tentang kompetensi pragmatik hingga tujuan pembelajaran pragmatik sebagai ilmu bahasa. Selain itu, juga dijelaskan tentang strategi pembelajaran pragmatik. Pragmatik sebagai bagian dari linguistik yang mengkaji penggunaan tindak komunikasi dalam konteks sosiokultural.
A. Pendahuluan
Pragmatik merupakan salah satu bagian dari kajian Linguistik yang relatif masih muda usianya, namun telah mengalami perkembangan yang cukup pesat. Pragmatik secara ringkas dapat didefinisikan sebagai studitentang tindak komunikasi dalam konteks sosiokultural. Sebuah tindak komunikasi tentu melibatkan interaksi antara penutur dan mitra tutur, sehingga pragmatic dapat dipahami sebagai meaning in interaction (Thomas dalam Santoso: 2013).
Kajian pragmatik dapat digunakan sebagai kerangka untuk memahami penggunaan bahasa, yang tidak hanya meliputi tindak tutur, namun juga partisipasi dalam percakapan, keterlibatan dalam berbagai jenis wacana dan upaya mempertahankan interaksi dalam peristiwa tuturan yang kompleks (Kasper dalam Santoso, 2013: 2). Dalam perjalanannya studi pragmatik telah memberi sumbangan yang tidak kecil pada berbagai bidang lain, seperti dalam bidang klinis. Pragmatikpun telah diperhitungkan sebagai bagian yang tak terpisahkan dari pengajaran bahasa.
Kompetensi pragmatik menjadi hal yang penting dalam pembelajaran bahasa, karena seringkali dijumpai seorang pembelajar yang memiliki pengetahuan tatabahasa dan kosakata yang baik, tidak dapat (kurang mampu) berkomunikasi dengan baik dalam bahasa yang dipelajarinya. Tuturan yang dihasilkan seringkali tidak memenuhi kaidah keberterimaan terkait dengan konteks tuturan. Salah satu penyebabnya diduga karena dalam proses pembelajaran bahasa aspek pragmatik diabaikan. Berkenaan dengan itu, dalam makalah ini akan dipaparkan mengenai peran pragmatik dalam pembelajaran bahasa yang akan diperinci.
B. Pembahasan
1. Latar Belakang Kemunculan Pragmatik
Diperhitungkannya kompetensi pragmatik sebagai bagian tak terpisahkan dari pengajaran bahasa dapat ditelusuri dari perkembangan paradigma dan metode pembelajaran bahasa mulai akhir abad 19 hingga pertengahan abad ke 20. Di abad 19 hingga awal abad 20 pembelajaran bahasa didominasi olehmetode tatabahasa terjemahan (Grammar translation Method) yang menekankan pada pengenalan rasa bahasa dan penguasaan tatabahasa. Dalam perkembangannya, metode ini ditentang oleh penganut metode langsung (direct method). Merekaberanggapan hal yang terpenting dalam pembelajaran bahasa adalah penguasaan bahasa lisan, bukan tulis. Dalam hal ini, pembelajar dipajankan langsung pada bunyi-bunyi bahasa, dan penjelasan mengenai kata-kata barutidak melalui penerjemahan melainkan dengan keterangan dari bahasa aslinya atau peragaan alat visual. Melalui metode ini pengajaran tata bahasa tidak diajarkan secara deduktif seperti metode sebelumnya (Purwo, 1990:44-45).
Menjelang perang dunia ke 2, muncul metode audiolingual. Metode ini sejalan dengan pandangan linguistik struktural dari Bloomfield, serta dipengaruhi oleh aliran behaviourisme dari Skinneryang mengajukan teori stimulus-respon. Proses pembelajaran bahasanya didominasi oleh latihan mendengarkan dan mengucapkan pola-pola kalimat terus menerus (drill dan pattern practice) sehingga pola-pola kalimat yang dilatihkan akan terekam dan menjadi kebiasaan pada diri pembelajar. Selanjutnya, pada tahun 1965, Noam Chomsky mengkritik pemerolehan bahasa menurut kaum behavioristersebut. Menurutnya belajar bahasa bukanlah soal pembentukan kebiasaan, melainkan merupakan proses kreatif: suatu kegiatan yang rasionalistis dan kognitif, dan bukan merupakan hasil dari suatu respon terhadap stimulus dari luar (Purwo, 1990:47). Chomsky yang merupakan pelopor aliran linguistik tatabahasa transformasional, memperkenalkan konsep kompetensi (pengetahuan tentang tatabahasa yang diperlukan untuk mengkodekan dan memproduksi bahasa) dan performansi (realisasi kode bahasa dalam pemakaian bahasa yang sebenarnya). Dalam konteks pembelajaran bahasa pembentukan kompetensi menjadi penting. Caranya dengan memberikan kesadaran pada pembelajar mengenai kaidah-kaidah tatabahasa bahasa target.
Zhang dan Yan (dalam Santoso 2013: 7) menunjukan bahwa pembelajaran pragmatik dapat mulai diajarkan sejak anak-anak, terutama untuk menumbuhkan kesadaran akan aspek sosiopragmatik. Dengan membandingkan kelas imersi dan non-imersi, hasil penelitian ini menunjukan bahwa pengajaran tipe imersi lebih efektif dalam mengembangkan kesadaran sosiopragmatik bahasa Inggris dalam strategi permintaan sebagai lawan dari strategi menjawab. Kesimpulan lain yang diperoleh adalah tindak tutur merupakan salah satu variabel penting yang mempengaruhi kompetensi sosiopragmatik dari bahasa kedua selama masa kanak-kanak.Berdasarkan paparan sebelumnya, dapat ditegaskan sekali lagi bahwa kompetensipragmatik perlu dibangun pada pembelajar melalui sebuahpembelajaran yang terencana.
2. Kompetensi Pragmatik dan Tujuan Pembelajaran Pragmatik
Kompetensi pragmatik menurut Taguchi (dalam Santoso 2013: 7) adalah kemampuan untuk berkomunikasi dan menginterpretasimakna dalam interaksi sosial, serta mencakup kemampuan untuk mengatur keterkaitan yang kompleks antara bahasa, pengguna bahasa dan konteks interaksi.Penjelasan dari Taguchi ini memperlihatkan bahwa ihwal kompetensi pragmatik merupakan hal yang kompleks, terlebih bila dilakukan tilikan terhadap unsur-unsur kompetensi pragmatik menurut Bachman. Begitu banyaknya unsuryang saling terkait di dalamnyamembuatpenyelenggaraan program pembelajaran yang bisa memfasilitasi pembelajar untuk meraih kompetensi pragmatik tidak mudah untuk dilakukan.
Guna mencapai kompetensi pragmatik yang baik, pembelajar dan pengajar harus memperhatikan dua unsur pragmatik yaitu pragmalinguistik dan sosiopragmatik (Brown & Levinson dalam Tan dan Farashaiyan, 2012:189). Pragmalinguistik berkaitan dengan pengetahuan mengenai unsur-unsur linguistik yang dapat digunakan untuk melakukan komunikasi atau merealisasikan tindak tutur tertentu. Pragmalinguistik antara lain meliputi strategi pragmatikseperti tuturan langsung atau tidak langsung, aspek kebahasaan yang bersifat rutin, danserangkaian bentuk linguistik yang dapat memperkuat atau memperhalus tindak komunikatif. Sedang sosiopragmatik berkaitan dengan penggunaan bentuk-bentuk linguistik yang tepat sesuai konteks, peran partisipan dalam konteks tersebut, faktor kesopanan yang terkait dengan jarak sosialantara penutur dan mitra tutur, kekuasaan secara sosial, hak dan kewajiban dari peserta tuturdan tingkat beban (Kasper dalam Santoso, 2013: 8). Sosiopragmatik merupakan perjumpaan antara faktor-faktor sosiologis dengan pragmatik.Secarasederhana sosiopragmatik dapat dikatakan sebagai kemampuan untuk menilai konteks sosial yang meliputi peristiwa tutur termasuk peran penutur dan mitra tuturdi dalamnya.
Dua unsur tersebut yaitu pragmalinguistik dan sosiopragmatik harus dijadikan pijakan awal dalam merancang pembelajaran pragmatik, mulai dari penetuan tujuan pembelajaran, penyusunanbahan ajar, cara mengajarkan pragmatik hingga prosedur untuk menakar kompetensi pragmatik.
3. Materi Pembelajaran Pragmatik
Dalam penyusunan materi pembelajaran ada 3 aspek yang perlu pertimbangkan, yaitu konteks sosial, penggunaan bahasa secara fungsional dan interaksi (Taguchi, 2011). Jika ketiga faktor tersebut dipergunakan dalam rangka penyusunan bahan ajar pragmatik, pembelajar akanmengetahui strategi dan bentuk linguistik yang bisa direalisasikan dalam tindak tutur, serta bagaimana strategi tersebut dipergunakan dalam berbagai konteks yang beragam. Secara lebih rinci, Kasper (dalam Santoso, 2013: 9) memberikan penjelasan mengenai bahan ajar yang dapat diberikan pada pembelajar diantaranya adalah: (1) penanda wacanadan strategi wacana,sertapragmatik rutin;(2) tindak tutur khusus seperti tuturan untuk menyatakan penghargaan/pujian,permintaan maaf, keluhan, penolakan, salam;(3) kesopanan dan (4) implikatur.
Bentuk-bentuk tuturan yang akan dijadikan bahan pembelajaran pragmatik hendaknyamerupakan tuturan-tuturanyang otentik. Bahan tersebut dapat diperoleh dari rekaman pembicaraan telepon, acara bincang-bincang di televisi, film, surat elektronik atau dari internet. Bahan ajar yang otentik tersebut disampaikan dengan mengikutsertakan kegiatan menginterpretasi tuturan yang disajikan dan aktivitas yang bersifat produktif, seperti bermain peran.
4. Strategi Pembelajaran Pragmatik
Pragmatik yang terdiri atas pragmalinguistik dan sosiopragmatikdapat direalisasikan dalam pembelajaran bahasa dengan berbagai cara. Strategi pembelajaran pragmatik yang cukup dikenal dan juga diteliti adalah pendekatan eksplisit yang dilawankan dengan pendekatan implisit. Pada pendekatan yang pertama fitur-fitur pragmatik dideskripsikan, dijelaskan guru serta didiskusikan untuk melengkapi input kebahasaan dan latihan. Pada pendekatan implisit, input-input linguistik dan latihan disajikan namun tidak disertai penjelasan tentang komponen metapragmatik (Kasper, dalam Santoso, 2013: 10). Taguchi menambahkan, bahwa dalam pembelajaran pragmatik yang bersifat eksplisit fitur-fitur pragmatik dari bahasa target dijelaskan secara langsung dan diikuti dengan latihan. Sebaliknya, pada pendekatan implisit, penjelasan langsung ditiadakan (atau setidaknya ditunda). Dengan demikian pembelajar hanya diberi input dan kesempatan untuk berlatih. Melalui latihan-latihan tersebut, pembelajar diharapkan dapat mengembangkan pemahaman secara implisit terhadap bentuk-bentuk pragmatik dan penggunaannya.
Strategi lain yang bisa digunakan untuk pengembangan kompetensi pragmatik dan interkultural adalah dengan menggunakan model 6R yang diajukan oleh Martinez-Flor dan Uso’-Juan(dalam Shively, 2010:110). Model, yang pada dasarnya berbasis pendekatan eksplisit ini terdiri atas enam tahapan yaitu researching, reflecting, receiving, reasoning, rehearsing dan revising. Pada tahap pertama, pembelajar diberi penjelasan mengenai konsep pragmatik dan tindak tutur tertentu seperti permohonan, permintaan maaf dan penolakan. Pembelajar kemudian mengumpulkandata pragmatik dalam bahasa pertama. Pada tahap kedua, pembelajar menganalisis data tersebut dibawah bimbingan guru. Tahap ini akan meningkatkan kesadaran pembelajar mengenai faktor-faktor sosial dan situasi yang mempengaruhi perilaku pragmatik.Pada tahap ketiga, pembelajar memperoleh petunjuk yang eksplisit tentang bagaimana fitur-fitur pragmatik dapat direalisasikan dalam bahasa kedua (bahasa target). Sebagai contoh pembelajar ditunjukan serangkaian strategi yang mungkin digunakan untuk menyatakan tindak tutur permintaan 15 dalam bahasa target dan membandingkannya dengan tindak tutur bahasa pertama. Pada tahap keempat, pembelajar menganalisis data pragmatik bahasa kedua dan mengidentifikasi faktor sosial dan situasional, serta intensi penutur. Aktivitas inimerupakan upaya untuk meningkatkan kesadaran. Tahap kelima, pembelajar mempraktekan pengetahuan pragmatiknya dengan berpartisipasi dalam aktivitas komunikatif, dimulai dari yang agak terkontrol hingga lebih bebas. Tahap terakhir, pembelajar menerima umpanbalik dan petunjuk lebih lanjut untuk mengembangkan performansi pragmatiknya dalam aktivitas berkomunikasi.
C. Penutup
Pragmatik sebagai bagian dari linguistik yang mengkaji penggunaan tindak komunikasi dalam konteks sosiokultural saat ini telah menjadi bagian yang tak terpisahkan daripembelajaran bahasa, termasuk pembelajaran bahasa untuk anak-anak. Ada dua alasan yang mendukung pembelajaran pragmatik, yaitu (1) memfasilitasi pembelajar untuk mampu mengenali aspek-aspek sosial dan interpersonal yang terkait dalam sebuah peristiwa tutur, sehingga ia dapat merangkai sebuah tuturan yang tepat(cocok), dan (2) untuk menghindari adanya kesalahan pragmatik (pragmatic failure) saat melakukan tindak komunikasi.
Pragmatik terdiri atas dua bagian yaitupragmalinguistik dan sosiopragmatik. Kedua aspek tersebut harus dijadikan landasan dalam penyusunan bahan ajar serta penentuan strategi pembelajaran pragmatik. Materi pembelajaran utama yang perlu diajarkan terkait dengan pembentukan kompetensi pragmatik adalah tindak tutur khusus, selain aspek implikatur, kesopanan, penanda dan strategi wacana,sertapragmatik rutin. Materi tersebut dapat diaplikasikan dalam pembelajaran bahasa dengan menggunakan berbagai strategi dan pendekatan.
Daftar Pustaka
Purwo, Bambang Kaswanti. 1990. Pragmatik dan Pengajaran Bahasa, Menyibak Kurikulum 1984.Yogyakarta: Penerbit Kanisius.
Santoso, Imam. 2013. Pragmatik dan Pendidikan Bahasa. Jurnal: Universitas Pendidikan Indonesia.
Shively, Rachel L. 2010. Diakses dari http://search.proquest.com/docview/871903263/fulltextPDF/13E12FAC1BD996A4B0/1?accountid=31324. Diakses pada tanggal 16 Mei 2017.
Tan, Kim Hua., dan Farashaiyan, Atieh. 2012. http://www.ccsenet.org/journal/index.php/ass/article/view/22661. Diakses pada tanggal 15 Mei 2017.
Home »
Aspek Pragmatik dalam Pengajaran Bahasa
,
Bahasa dan Sastra Indonesia
» Makalah “Aspek Pragmatik dalam Pengajaran Bahasa"
Makalah “Aspek Pragmatik dalam Pengajaran Bahasa"
Posted by Contoh Makalah
Posted on Februari 16, 2019
with No comments


0 komentar:
Posting Komentar